Sekilas.co – Peran seorang guru dalam membentuk peradaban bangsa tidak dapat dipandang sebelah mata. Guru bukan hanya pendidik, tetapi juga pembimbing, pengarah, sekaligus teladan bagi generasi penerus. Wujud penghormatan terhadap profesi mulia ini salah satunya hadir melalui lagu Hymne Guru, sebuah karya yang sejak puluhan tahun lalu berkumandang di sekolah-sekolah seluruh Indonesia sebagai simbol penghargaan dan rasa terima kasih kepada para pendidik.
Lagu Hymne Guru pertama kali diciptakan oleh Sartono pada tahun 1980. Namun, tidak banyak yang menyadari bahwa lirik lagu legendaris ini telah mengalami penyesuaian. Pembaruan tersebut dilakukan pada bagian penutup lagu, di mana frasa “tanpa tanda jasa” diubah menjadi “pembangun insan cendekia”. Perubahan ini bertujuan memberikan makna yang lebih positif, modern, dan relevan dengan peran guru di era pendidikan yang terus berkembang.
Penyesuaian lirik tersebut ditetapkan melalui Surat Edaran PGRI No. 447/Um/PB/XIX/2007, yang dirumuskan dan disepakati oleh Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) pada November 2007. Sejak saat itu, versi terbaru inilah yang digunakan secara resmi dalam berbagai kegiatan pendidikan.
Lirik Lagu Hymne Guru (Versi Terbaru)
Terpujilah wahai engkau
Ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu
Akan kuukir
Di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita
Dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk
Dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia
Profil Pencipta Lagu Hymne Guru: Sartono
Sartono adalah seorang seniman sekaligus guru seni musik yang lahir pada 29 Mei 1936 di Madiun, Jawa Timur. Meski tidak menempuh pendidikan musik formal, bakat bermusiknya berkembang secara otodidak. Dari ketekunan dan kecintaannya terhadap dunia seni, ia berhasil menciptakan Hymne Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, lagu yang kini melekat kuat dalam memori kolektif masyarakat Indonesia.
Karya ini dibuat pada tahun 1980 untuk mengikuti sebuah sayembara. Dengan peralatan sederhana, hanya siulan dan catatan kecil tanpa instrumen lengkap, Sartono justru keluar sebagai pemenang. Kemenangan tersebut membawanya mewakili Indonesia untuk mengikuti studi banding ke Jepang.
Dedikasi Sartono terhadap dunia pendidikan tidak hanya tercermin dari karya-karyanya, tetapi juga dari profesinya sebagai guru. Ia mengabdi selama sekitar 24 tahun, mulai tahun 1978, dengan penuh ketulusan. Selain Hymne Guru, ia juga menciptakan sedikitnya delapan lagu lain yang bertema pendidikan dan moral.
Prestasinya mendapat pengakuan pemerintah. Pada 2002, Menteri Pendidikan Nasional saat itu, Yahya Muhaimin, memberikan penghargaan atas kontribusi Sartono di dunia pendidikan. Setelah pensiun, ia tetap aktif berkegiatan. Bahkan, TNI AD sempat mengundangnya untuk memberikan hiburan kepada para guru korban tsunami Aceh pada 2004.
Sartono menjalani hidup yang sederhana hingga akhir hayatnya. Ia wafat pada 1 November 2015 di RSUD Kota Madiun. Warisannya begitu berharga, sebuah lagu yang telah menemani perjalanan jutaan siswa Indonesia dan menjadi simbol penghargaan tak ternilai bagi para guru.





