Sekilas.co – Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, mengapresiasi langkah Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) yang menginisiasi Lomba Kolintang PYC. Ia menilai kompetisi ini menghadirkan pendekatan segar dalam upaya pelestarian sekaligus pengembangan musik kolintang di Indonesia.
Menurut Fadli, penyelenggaraan Lomba Kolintang PYC menjadi jawaban atas kebutuhan regenerasi pemain, penguatan kreativitas, hingga peningkatan kualitas musisi kolintang di berbagai daerah. Terlebih sejak kolintang resmi terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Indonesia membutuhkan lebih banyak ruang aktualisasi agar musik tradisi ini terus tumbuh dan relevan.
Ia juga menekankan pentingnya institusionalisasi pengetahuan kolintang, sehingga proses pelestarian dapat berlangsung secara sistematis dan berkelanjutan. Fadli mendorong PYC untuk memetakan komunitas kolintang yang sudah ada serta mulai mengadakan pelatihan-pelatihan di sekolah, terutama di SMK yang memiliki jurusan musik.
“Kolintang membutuhkan dinamika baru agar tidak berhenti di tempat. Pemerintah mendorong kolaborasi lintas-genre, penguatan ekosistem pembelajaran musik kolintang bagi anak muda, dan menjaga agar kolintang tetap menjadi pusat perhatian meskipun tampil berdampingan dengan instrumen lainnya,” ujar Fadli dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).
Hal tersebut ia sampaikan saat menerima kunjungan Dewan Pembina PYC, Lis Purnomo Yusgiantoro, di Kantor Kementerian Kebudayaan, Senayan, pada Jumat (14/11). Dalam diskusi tersebut, Fadli kembali menegaskan bahwa regenerasi pemain kolintang merupakan poin krusial, sebab keberlanjutan tradisi ini sepenuhnya bertumpu pada keterlibatan generasi muda. Pemerintah pun berharap lomba ini bukan hanya menjadi ajang unjuk kemampuan, melainkan juga sarana edukasi dan pembinaan.
Ke depan, Kementerian Kebudayaan bersama PYC berencana mengadakan lokakarya kolintang klasik di sekolah musik, komunitas seni, hingga SMK dengan jurusan seni pertunjukan. Langkah ini bertujuan memperluas akses generasi muda terhadap musik tradisi serta meningkatkan kemampuan teknis mereka.
“Selanjutnya Kementerian Kebudayaan akan mulai merancang langkah-langkah institusionalisasi pengetahuan kolintang, termasuk kemungkinan penjajakan masuknya materi kolintang ke kurikulum SMK musik,” tambah Fadli.
Di sisi lain, Lis Purnomo Yusgiantoro menjelaskan bahwa lomba ini diselenggarakan karena kolintang kini menghadapi tantangan baru setelah inskripsi UNESCO. Ia ingin kapasitas pemain meningkat melalui repertoar yang lebih menantang.
“Kolintang terbukti mampu memainkan karya-karya klasik yang selama ini identik dengan piano, violin, atau instrumen orkestra lainnya. Itulah sebabnya lomba ini mewajibkan repertoar musik klasik agar kemampuan para pemain terus berkembang,” jelas Lis.
Pada kompetisi ini, para peserta diminta menafsirkan musik klasik dalam format kolintang, sebuah tantangan yang jauh lebih kompleks dibanding lomba kolintang pada umumnya. Untuk menjaga kualitas penyelenggaraan, jumlah peserta dibatasi menjadi 35 tim, dan dari jumlah tersebut akan dipilih 5 finalis yang berhak tampil di babak grand final.





